Friday 20 March 2015

Apakah Agresivitas Bawaan Lahir atau Hasil Dari Pembelajaran ?

Apa itu Agresi ?
Pengertian agresi merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk membuat objeknya mengalami bahaya atau kesakitan. ~Wikipedia
Agresi - images courtesy from Redorbit
Berabad-abad, ilmuwan, filosof, dan pemikir serius lainnya telah memperdebatkan tentang kapasitas manusia dalam melakukan agresi; beberapa percaya bahwa agresi adalah bawaan sejak lahir. Ciri khas yang bersifat insting pada manusia. Beberapa juga telah yakin bahwa agresi adalah perilaku yang harus dipelajari terlebih dahulu (Baron & Richardson, 1994: Berkowitz, 1993: Geen, 1998).


Pada abad ke 17 filsuf politik Thomas Hobbes memandang manusia sebagai makhluk yang secara alami tertarik pada diri sendiri yang mencari kenyamanan nya sendiri, walaupun bila hal tersebut dapat mengarah pada tindakan agresif kepada orang lain. Hobbes menetapkan bahwa hidup adalah tingkatan dari alam (contoh: tanpa masyarakat sipil) akan ada “keterpencilan, kemiskinan, kekejian, kekasaran, dan sejenisnya” (Leviathan, 1651). Hal ini mengarah pada tingkatan umum dari kecemasan dimana kebanyakan ketakuan akan kematian yang tidak wajar yang dilakukan oleh tangan-tangan manusia lain; oleh karena itu, dia berpendapat, orang-orang bergabung kedalam masyarakat untuk memperoleh keamanan dari yang lainnya. Seabad kemudian, Jean-Jacques Rousseau berpendapat sebaliknya. Manusia, dia menuliskan pada tahun 1762, adalah oleh alam (secara alami) penyendiri yang perlu dikasihani. Tapi, berdasarkan Rousseau, tidak seperti binatang, perilaku manusia tidak ditentukan oleh insting; perilaku manusia dapat diasah; hal tersebut dapat berubah seiring dengan perubahan dalam masyarakat dimana orang tersebut hidup. Oleh karena itu. Rousseau menyarankan bahwa sifat brutal yang Hobbes hubungkan kepada sifat dasar manusia sebenarnya dikarenakan akibat dari tipe masyarakat yang dimana pada jaman itu Hobbes hidup diantara mereka dan bukan dari sifat-sifat dasar pada manusia.
Hobbes & Rousseau - images courtesy from Wikipedia
Pandangan pesimistis dari Hobbes ini  telah menyebarluas pada abad ke-20 oleh Sigmund Freud (1930), dimana dia berteori bahwa manusia dilahirkan dengan insting untuk terus hidup, dimana disebut dengan Eros, dan sama-sama insting yang kuat untuk mati, yang disebut Thanatos. Mengenai insting kematian, Freud menuliskan: “Hal tersebut bekerja juga pada setiap makhluk hidup dan secara keras untuk membuat kehancuran dan untuk mengurangi kehidupan kepada kondisi asli nya yaitu benda mati (tidak hidup) (p.67). Freud percaya bahwa energy agresifitas harus bagaimanapun dikeluarkan, kalau-kalau hal tersebut terus berkembang dan malah menyebarkan penyakit. Dugaan Freud bisa dijadikan karakteristik terbaik  sebagai “hydraulic theory” –analogi nya adalah tekanan air yang dibuat untuk mengisi container: Kecuali energi nya dilepaskan, ini akan menghasilkan beberapa ledakan-ledakan.

Berdasarkan Freud, masyarakat menyelenggarakan fungsi penting dalam mengatur insting ini dan membantu orang-orang untuk men-sublimasi-kan mereka, begitulah, merubah energi menjadi perilaku yang berguna dan dapat diterima. Sebagai contoh, Freud percaya bahwa energi dibalik kreasi seni atau inovasi yang membangun sebuah kota adalah sublimasi dari energi agresi (atau seksual).
Defense Mechanism - Sublimasi merupakan bentuk mengubah dan mentransformasi dorongan ID menjadi perilaku yang lebih bernilai dan dapat dirima. Contohnya, seorang lelaki yang mempunyai dorongan agresi yang tinggi. Lelaki itu ingin langsung memukuli setiap orang yang ia kurang suka. Namun karena idealisme mengatakan hal itu tidak mungkin diterima kenyataan maka lelaki itu secara tiudak sadar menguba dorongan perilaku agresi tersebut menjadi sebuah keinginan yaitu ingin menjadi petinju (sumber : Blog Kompas)

Artikel ini di translasikan oleh penulis dari:
Aronson, A., Wilson, D. T & Akert, R. M. Psychology Social - Is Aggression Inborn or Learned. Sixth Edition.

No comments:

Post a Comment