Sunday 8 March 2015

Pengaruh Norma Sosial : Kebutuhan untuk Diterima

Apa itu Konformitas ?
Adalah suatu jenis pengaruh sosial ketika seseorang mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. ~Wikipedia

Pada tahun 1990 di Rio de Janeiro, Brazil, remaja laki-laki dan perempuan nya terlibat dalam permainan yang membahayakan dan nekat. “Surfing” atau berselancar diatas kereta, berdiri dengan tangan diulurkan kedepan (seperti berselancar di ombak) selagi kereta meluncur dengan kecepatan tinggi. Meskipun faktanya bahwa rata-rata 150 remaja meninggal setiap tahun karena aktivitas ini dan 400 lebih dari remaja terluka karena terjatuh dari kereta atau tersengat kabel listrik 3.000 volt, aktivitas “surfing” ini masih terus berlanjut (Arnett, 1995). Baru-baru ini di U.S dan Australia, remaja “berselancar” dengan mobil berkecepatan tinggi menjadi masalah yang semakin berkembang. Kecelakaan berat dan kematian akibat “berselancar” telah dilaporkan di Massachusetts, Ohio, Arizona, Wisconsin dan New South Wales, Australia (Daniel & Nelson, 2004).
Train Surfing - images courtesy from Odde.com
Mengapa beberapa remaja terlibat didalam perilaku beresiko seperti ini ? Kenapa seseorang mengikuti arahan suatu kelompok walaupun menghasilkan perilaku yang kurang pantas daripada pantas dan yang mungkin membahayakan ?
 
Kami meragukan bahwa remaja Brazil, Amerika, atau Australia meresikokan nyawanya untuk melakukan konformitas yang bersifat informasional. Sangat sulit untuk memperdebatkan bahwa laki-laki atau perempuan yang memandang kereta tersebut akan berkata, “Ya ampun, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku kira berdiri diatas kereta yang bergerak 60 mil/perjam kelihatannya masuk akal, toh orang lain juga melakukan.” Contoh ini memberitahukan kita bahwa suatu hal lain menjelaskan kenapa kita lebih melakukan konformitas daripada kebutuhan untuk mencari informasi: Kita juga melakukan konformintas jadi kita bisa disukai dan diterima oleh orang lain. Kita melakukan konformitas kepada norma kelompok sosial, yang mana ada aturan yang harus dipatuhi (terkadang tegas) sebagai penerimaan nilai perilaku dan keyakinan (Deutsch & Gerard, 1955; Kelley, 1995; Miller & Prentice, 1996). Kelompok mempunyai perkiraan pasti tentang bagaimana anggota kelompok harus berperilaku, dan pendirian anggota nya dalam melakukan konformitas dari aturan-aturan ini. Anggota yang tidak diterima (oleh kelompoknya) adalah yang berbeda, payah, dan akhirnya menjadi menyimpang.
I'm Different - images courtesy from Scription
Anggota yang menyimpang bisa menjadi bahan ejekan, dihukum, atau ditolak oleh anggota kelompok lainnya (James & Olson, 2000; Kruglanski & Webster, 1991; Levine, 1989; Miller & Anderson, 1979). Di Jepang, seluruh kelas (bahkan seluruh sekolah) kadang akan berubah melawan satu oleh siswa yang merasa dirinya berbeda. Para siswa nya akan berganti-gantian antara mengganggu dan menghindari individu tersebut. Dalam kesatupaduan yang tinggi, budaya berorientasi pada kelompok seperti Jepang, jenis perlakuan semacam ini sudah amat sangat besar dan menghasilkan sesuatu yang tragis: remaja 12 tahun korban bullying bunuh diri dalam satu tahun (Jordan, 1996). Fenomena social lainnya di Jepang adalah hikikomori, remaja (kebanyakan laki-laki) yang mencabut diri dari segala interaksi social. Mereka menghabiskan semua waktunya sendirian, didalam kamarnya di rumah orang tua nya. Beberapa kasus hikikomori masih tetap mengasingkan diri selama satu dekade (sepuluh tahun). Psikolog Jepang menyatakan bahwa hikikomori adalah korban dari bullying yang keras sebelum akhirnya mereka menarik diri (Jones, 2006).
Hikikomori - images courtesy from JapanFocus.org
Kita manusia sudah secara alami adalah makhluk sosial. Beberapa dari kita bisa hidup bahagia sebagai petapa, tidak pernah melihat atau berbicara kepada orang lain. Melalui interaksi dengan yang lainnya, kita menerima dukungan emosional, kasih sayang dan cinta, dan kita ikut serta dari pengalaman yang menggembirakan. Orang lain sangat luar biasa penting untuk kehidupan kita. Penelitian dari individu yang telah mengasingkan diri dalam jangka waktu yang lama mengindikasikan bahwa penarikan diri dari kontak terhadap sesama manusia adalah akibat stress dan traumatis (Baumeister & Leary, 1995; Schachter, 1959; William, 2001).

Telah sangat menjadi kebutuhan dasar bagi manusia dari persahabatan sosial, tidak mengejutkan lagi bahwa kita sering melakukan konformitas untuk dapat diterima oleh orang lain. Konformitas adalah alasan normatif yang terjadi dalam situasi dimana kita melakukan apa yang orang lain tidak lakukan karena kita menggunakan mereka sebagai sumber dari informasi tapi karena kita tidak menarik perhatiannya, memperolok-olok, terlibat masalah, atau ditolak. Pengaruh normatif sosial yang demikian terjadi ketika pengaruh dari orang lain menuntun kita untuk melakukan konformitas untuk disukai tau diterima oleh mereka. Ini jenis dari hasil konformitas dalam pemenuhan secara publik dengan keyakinan kelompok dan perilaku tapi tidak diperlukan dalam penerimaan secara pribadi (Cialdini et al., 1991; Deutsch & Gerard, 1955; Levine, 1999; Nail, McDonald, & Levy, 2000).

Anda mungkin tidak terlalu terkejut bahwa orang-orang kadang melakukan konformitas untuk disukai atau diterima oleh orang lain. Kamu mungkin berpikir, dimana letak kerugiannya? Bila suatu kelompok sangat penting bagi kita dan memakai pakaian yang tepat atau memakai kata-kata gaul akan mendapatkan penerimaan untuk kita, kenapa tidak? Tapi ketika itu menjadi jenis perilaku yang lebih spesifik lagi, seperti menyakiti orang lain, tentu saja kita akan menolak atas tekanan konformitas yang seperti itu. Dan tentu saja kita tidak akan melakukan konformitas ketika kita yakin dari cara apa mereka berprilaku dan tekanan normatif sosial yang datang dari kelompok yang tidak kita pedulikan sama sekali. Atau mau kah kita menjadi demikian?
Konfromitas - images courtesy from Cuny.edu

Artikel ini di translasikan oleh penulis dari:
Aronson, A., Wilson, D. T & Akert, R. M. Psychology Social - Normative Social Influence: The Need to Be Accepted. Sixth Edition.

No comments:

Post a Comment